Menjadi Manusia

"Belajar"

Menjadi Manusia - YouTube

   Kata Ibnu Arabi, setiap insan memang dilahirkan ke dunia dalam bentuk manusia. Namun ketika lahir dan menuju ke akhirat, mereka bisa berubah wujud: monyet, babi, ular, srigala, labu, atau makhluk lainnya.
   Wujud tubuh kita memang terlihat sebagai manusia, namun ruh (jiwa) yang mengisi tubuh kita saat ini kapan saja bisa berupa macam-macam biantang atau makhluk lain.
   Apa penentu bentuk ruh manusia? yaitu tergantung pada apa yang ia kejar, apa yang menguasainya, atau apa yang ia sembah. Bila yang ia sembah adalah sejenis atau masih tergolong ciptaan manusia ataupun makhluk dari Sang Maha Pencipta. Boleh jadi ia hanya pura-pura menyembah Tuhan padahal yang disembah hanyalah nafsu-nafsu hewani dan syaithani, atau memang tingkat rasionalitas secara ilmiah ia terlalu rendah.
   Menurut Al-Ghazali yang membentuk ruh kita saat ini adalah perbuatan kita sendiri. Dan perbuatan dikendalikan oleh apa yang kita kejar dan sembah. Sesembahan itu yg dipercaya membentuk ruh kita ini. Jadi, apa yg seseorang kejar itu akan mempengaruhi akhlak, karakter, serta perbuatan dan tindakannya. Dan akhlak serta perbuatannya itu akan mempengaruhi bentuk dan rupa ruhnya.
   Oleh karenanya, tidak perlu menunggu mati untuk mengetahui bentuk ruh seperti apa. Sekarang pun setiap orang tengah melukis dan membentuknya. Dan hasil bentukan di dunia inilah ruh yang akan ia miliki nanti, setelah ia mati , ruhnya di akhirat adalah panutan dari ruhnya di dunia. Hanya saja, seperti apa bentuk ruh secara wujud visual tidak bisa dilihat oleh setiap orang. Namun secara apa yg diperbuat, tindakan dari representasi akhlak yang manusia miliki secara karakteristik bisa dilihat.
  Bagi orang yang dapat melihat ruh seseorang secara normatif memang ada namun sedikit, orang yang memiliki kemampuan menembus melintasi dimensi materi sangat sedikit di dunia ini. 
  Hanya saja, kemampuan seperti ini biasanya membuat kebanyakan orang penasaran. Mereka mungkin ingin mengetahui apa yang tersembunyi dari pandangan mereka. Hanya saja, mari kita bertanya pada diri sendiri, jika orang seperti itu ada di depan kita, maukah kita bertanya kepadanya seperti apa bentuk ruh yang bersarang dan menguasai tubuh kita ini? Siapa tau, mungkin kita ada yang merasa penasaran.
   Ada yang mau? Jangan-jangan kita semua tidak ada yang mau. Loh, kenapa? Karena rahasia kita akan ditelanjangi. Buruk rupa kita akan terpampang sangat memalukan, atau bahkan menakutkan. Jangan-jangan pula, orang itu tidak mau melihat apalagi mendekat.
 Ada banyak macam karakter manusia. Perangai, sifat, akhlak, dan perilaku mereka. Di setiap generasi manusia, semua perangai baik dan buruk itu ada. Keburukan akhlak tidak hanya eksklusif dimiliki sebuah generasi atau masyarakat. Begitu juga akhlak baik. Kedua sifat itu, dengan berbagai tingkatannya, ada pada setiap generasi, setiap masa.
   Selain itu, juga ada banyak pilihan hidup manusia, berupa pekerjaan, karir, kesenangan, hobi, dan lainnya. Dan tidak ada paksaan mereka harus memilih apa dan seperti apa. Mengapa? Karena manusia adalah makhluk bebas, makhluk merdeka… Manusia adalah makhluk berkehendak.
   Manusia bebas mau memilih apa dan mengerjakan apa. Karena pilihan itulah yang menjadi objek ujian bagi mereka. Kebebasan ini pula yang menempatkannya kelak berada dalam posisi diadili atau disayangi.
  Adanya kebebasan meniscayakan adanya ujian dan pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban adalah akibat dari adanya kebebasan. Dan kebebasan melahirkan adanya pertanggungjawaban. Orang yang terpaksa, tidak ada pertanggungjawaban.
  Sebaliknya, tanggung jawab lahir dari kebebasan. Oleh sebab itu, jika seseorang bebas memilih dan melakukan sesuatu, maka ia bertanggung jawab atas pilihan dan tindakan itu. Kebebasan itulah yang akan dimintai pertanggungjawaban.
    Setiap orang bebas mau berbuat apa saja. Bebas memilih apa, berbicara apa, bertindak apa pun. Selagi benar dan baik, silahkan ia berbuat apa saja. Bahkan, dari segi filsafat kebebasan, berbuat buruk pun ia bebas melakukannya. “Jika kau tidak malu, berbuatlah sesukamu.” Hanya saja, setiap kebebasan memiliki konsekuensi, melahirkan akibat dari sebab perilaku mereka.
    Kita fokus pada kebebasan untuk memilih dan berbuat hanya yang benar dan baik saja. Tentang pilihan hidup berupa karir, pekerjaan, mata pencaharian, jodoh, hobi dan lainnya. Untuk hal itu semua, kita bebas mau berprofesi apa pun, bekerja apa pun.
   Akan tetapi, nasihat yang baik dari Ali Syariati (filosof Iran akhir abad 20 an) yang sempat digandrungi mahasiswa Indonesia tahun 1990 an silam, sangat membekas dan masih teringat baik.
   Nasihat yang sebenarnya ia pesankan untuk anaknya. Namun semoga tetap aktual dan bermanfaat bagi siapa pun sekarang. Ia mempersilahkan anaknya menjadi dan berprofesi apa pun. 
Pesan singkatnya ;
“Jangan lupa jadi manusia!”

Komentar

Postingan Populer